"Tahun ini umur 30, tapi belum punya pencapaian apa-apa, karier gitu-gitu aja, dan hidup bukannya jadi mudah, malah makin susah. Kok gini sih?"

Ya memang, that's life. Habis quarter life crisis terbitlah insecurity-insecurity baru lainnya, selamat menikmati.

Kapan krisis hidup berakhir? Ya sampai kita diputuskan selesai kemudian dipanggil ke alam yang lain.

Solusinya gimana?

Santai dulu, maen nanya solusi aja.

Rasain dan resapi dulu lah, gimana sakitnya penolakan, gimana rasanya dibenamkan, dan gimana pahitnya kegagalan, supaya ketika kita ditakdirkan menemukan keberhasilan, hati bakal diliputi rasa syukur, bukan kufur.

Lihat, dengar, resapi, jangan lari. Sebab mau lari ke mana pun, monster itu bakal tetap mengikuti ke mana pun kita berlari, sebab monster itu adalah diri kita sendiri.

Setelah itu, barulah bakal muncul kesadaran. Bahwa, "Gak ada lagi solusi selain go ahead, keep moving, keep doing. Do it better."

Oh ya, dan sabar, tentunya. Iya, sabar. Klise emang, tapi emang cuman ini koentjinya.

Memasuki kepala 3, saya ngerasa udah bukan masanya "mengejar" sana-sini, tergiur rumput hijau kiri-kanan. Sekarang waktunya mengolah yang ada di genggaman yang udah dikumpulin dan diperjuangin sejak usia 20an, terus bertahan, sabar, olah dan racik lagi yang ada di genggaman, kembali bertahan, sabar, gitu aja siklusnya.

Saya pun sadar hidup bukan sprint, tapi marathon. Skillset yg dibutuhkan adalah konsistensi dan persistensi, bukan melulu mengejar ambisi.

Kalo capek ya istirahat, jangan dipaksa. Lanjut jalan lagi kalo udah siap.

Mungkin kita harus membiasakan untuk menari bersama problema, menertawakan duka, dan jangan terlena kalo lagi bahagia.

Sebab kita gak bakal tahu apa yang akan terjadi esok hari. Biasakan untuk biasa saja.[]