Siapa Dirimu Sepuluh Tahun yang Lalu?
Di dunia kerja apalagi di dunia bisnis, kita dituntut untuk merancang hal-hal baru dan terus berpikir ke depan.
"Pikirkan masa depan dan jangan sampai terjebak melankolia masa lalu."
Anjuran tersebut memang gak ada salahnya. Namun sering kali, kita jadi tak pernah bersyukur dengan masa kini karena pikiran terkunci di harapan masa depan yang masih lamur.
Ini bahaya karena bisa jadi malah jadi pembenaran untuk menyerah dan kalah. Padahal, bisa aja karena target kita gak realistis. Gak achievable.
Ada orang yang bilang, jangan bandingkan dirimu saat ini dengan role modelmu saat ini.
Seperti saya yang kadang suka membandingkan pencapaian saya tak seberapa ini dengan pencapaian role model saya, misal Paula Scher.
Ya jauh banget lah, dari skill dan jam terbang aja ibarat bumi dan langit, dari sisi kemakmuran negaranya aja udah beda. Belum aspek titik start dan kultur seni grafis komersial di Amerika yang perjalanannya udah 50 tahun mendahului.
Selama kita terus berusaha, kayaknya mending membandingkan diri dengan diri kita sepuluh tahun yang lalu.
Steve Jobs bilang, “You can’t connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards."
Fokuslah pada saat ini, kini. Hadirlah. Tetap positif. Tetap kerja keras. Fokuskan tujuan pada hal-hal yang baik. Waktu lebih berharga daripada uang, sebab sekalinya lewat, ya sudah, waktu takkan bisa tergantikan oleh materi apa pun.
You only get this moment once. That’s it. Then it’s gone.
Sedang apa kita sepuluh tahun silam?
Siapa kita sepuluh tahun yang lalu?
Lagi galau dengan pose emo di facebook?[]
0 Komentar
Rayakan spirit demokrasi, mari berdiskusi!