Ini hari Minggu. Penghujung November. Tahun 2023. Di luar rumah hujan. Cukup deras, namun alhamdulillah tidak sampai bersahutan kilat dan petir. Syahdu. Damai. Merangsang kenangan. Seperti suasana hujan di Bandung era 90an, di Jalan Aceh, kiri-kanan berdiri pohon besar yang dicat polet hijau & kuning, sebagian besar orang berpayung, sebagian lagi meneduh di depan peneduh di depan rumah tua peninggalan Belanda. 

Kini, lebih syahdu lagi, berkat alunan Ermy Kulit yang menembangkan "Kasih". Tak terbatas waktu! Kelas! Lagu yang sering diputar almarhum Apa di radio tape, VCD, hingga pemutar MP3. Suara Ermy Kulit yang sudah dikonversi secara digital ini ditransmisikan ke pucuk telinga saya oleh speaker bluetooth Eggel, jenama speaker terkini kebanggaan Bandung, sebab dirintis dan dikelola oleh alumni ITB sejak masa kuliahnya. Suara yang keluar tak muluk-muluk, cukup empuk di telinga, terlebih musik yang mengalun adalah tipikal suara yang juga empuk khas penyanyi bossa nova macam Ermy Kulit.

Kesiur kipas menemani; ya di dalam rumah kontrakan kami masih perlu kipas bekerja, meskipun di luar hujan turun dan mungkin jika pintu rumah saya buka, hawanya cukup dingin, plus terhidu aroma petrichor, namun sayangnya tak ada pagar di depan rumah karena perumahan ini sejak awal berkonsep kluster tanpa pagar.

Awal bulan Januari tahun depan, genap enam bulan kami bertiga mengontrak di rumah ini; rumah yang sepelemparan batu dari rumah Mamah di kompleks perumahan yang sebelumnya pernah saya huni dari zaman bujangan hingga awal-awal pernikahan sekitar lebih dari sembilan tahun silam. 

"Roti roti, tawar manis, roti roti." Melintas tukang roti berbekal jargon dari pengeras suaranya. Kasihan abangnya kehujanan di kala saya masih bisa duduk manis di dalam rumah tanpa harus kehujanan. Namun ya mau bagaimana lagi, sudah risiko pekerjaan ya, Bang? Tetap semangat, Abang penjual roti, semoga semakin berkah rezeki yang didapat di penghujung akhir pekan ini, jelang Senin; awal pekan yang konon sarat kebencian bagi keset-keset korporat macam saya ini.

Kini Spotify memutar lagu Chrisye. Kala Cinta Menggoda. Duh, makin adem aja, Gusti! Nikmat mana lagi yang kau dustakan? Saya bersyukur masih bisa mengetik di sini, di blog baru ini, dengan mata yang alhamdulillah masih bisa menyorot tajam menghadap layar laptop, sembari telinga mendengarkan musik. Oh ya, saya duduk di kursi Futura (Futura Grade B, alias Phoenix; belinya di Toko Sinar Sari dekat flyover BORR), dengan laptop tertopang meja Krisbow yang biasa juga sehari-hari kami alihfungsikan sebagai tempat menaruh botol kecap, serbet panci, hingga menaruh piring-mangkuk berisi lauk makan sehari-hari.

Petir baru bergemuruh barusan, kawan. Subhanallah. Maha Suci Allah. 

Besok Senin. Bekerja lagi. Mengejar target lagi. Tapi anggaplah: beraktualisasi diri lagi. "Berperang" dengan Finance lagi. Dan jutaan hal-hal lain yang bikin bosan, heran, kecewa, marah, namun kadang memang ada juga yang menyenangkan pun melegakan sanubari. Nikmati saja. Syukuri saja. Masih banyak orang lain yang masih bingung bagaimana nasib jualannya yang tidak habis sore ini padahal sudah dijual sejak pagi di hari Minggu ini. Masih banyak orang yang kucing-kucingan dengan bank keliling, namun gobloknya sih orang-orang macam ini di esok hari tak kapok-kapok meminjam lagi ke bank "emok" itu lagi dan lagi, udah candu, selayaknya terjerat lingkaran setan narkoba; begitu sulit keluar dari deritanya.

Saya masih berharap punya rumah yang bagus; benar-benar bagus tanpa tertipu developor lagi, tanpa tertipu harga miring lagi, tanpa tertipu ego diri sendiri lagi. Yang ada garasinya seperti rumah-rumah besar di Kompleks Perumahan IPB Baranangsiang biar bisa ngebengkel mobil ataupun motor ataupun sepeda. Yang punya halamannya di depan dan ada pekarangan di belakang (walaupun saya ditakdirkan kurang telaten dan kurang passion perihal merawat tamanan, binatang, dan makhluk hidup lainnya, saya tetap suka dalam menikmatinya; mungkin esok nanti kita serahkan saja perawatannya pada ahlinya kebun?). Rumah yang desainnya kayak di acara Rumah Idaman Indosiar di era-era awal 2000an dulu, ketika saya masih SMP. Mari kita aminkan dulu saja ya dengan aamiin yang paling serius.

Istri sedang menonton Master Chef di RCTI, ia sudah menunggu-nunggu sejak pukul 04.15 WIB, namun tadi masih tayang acara lain berupa film layar lebar lokal lawas yang ditelevisikan. Master Chef Season ini sudah di fase 2 besar. Chindo dan Pribumi. Hitam dan Putih. Pria dan wanita. Imbang.

Saya mengetik ini dengan mata yang dibantu oleh kacamata yang bingkai beserta sepasang lensanya di-reimburse dari kantor lama yang berlokasi di Cyber 2 Kuningan. Bingkainya cukup tebal, dengan desain mengotak; supaya membiaskan bentuk wajah saya yang semakin bulat dan gemoy dari hari ke hari. Gila ya, bagaimana bisa sekarang istilah gemoy bisa jadi sarana kampanye capres?

Ini adalah tulisan hari ini. Semoga esok hari masih akan ada tulisan tentang hari esok. Paling tidak, detik ini saya masih bertahan, hidup apa adanya tanpa harus menyesali masa lalu dan mencemaskan masa depan yang sebatas ilusi dalam angan-angan murahan dalam pikiran. Kini, saatnya rebahan.[]