Saya baru benar-benar mengerti kenapa manusia selalu memiliki kecenderungan untuk tetap berkegiatan, apa pun kondisi hidup yang dihadapi, saat mengantar istri saya ke psikiater dua tahun lalu. Momen itu membuka mata saya. Beberapa kali ke sana, satu pertanyaan yang selalu ditanyakan petugas—mulai dari perawat, admin, hingga psikiaternya—adalah, ”Istri Bapak aktivitasnya apa sehari-hari?”

Awalnya, saya heran. Biasanya, orang langsung nanya hal-hal teknis atau personal, seperti ”Sakitnya apa?” atau “Kerja di mana?” Di sini, pusat pemulihan kejiwaan, pendekatannya berbeda. Mereka lebih peduli pada aktivitas sehari-hari, bukan pada status kesehatan atau sosial-ekonomi. Dari situ, saya menyadari bahwa hidup bukan hanya seputar yang berhubungan dengan hal-hal material, tetapi juga tentang seberapa aktif kita menjalani hidup seapaadanya.

Pada dasarnya, hidup adalah tentang bergerak. Bukan soal harus mencapai hal-hal besar seperti menjadi presiden atau meraih penghargaan Nobel, seperti angan-angan saya dulu semasa kuliah ketika lagi kesengsem sama karya-karya sastra peraih Nobel. Kita, orang biasa, sepertinya tidak perlu terlalu ambisius untuk dapat merasa hidup. Yang penting adalah tetap berkegiatan semampu kita.

Sering kali, kita terjebak dalam ekspektasi bahwa ”aktivitas” harus produktif atau katakanlah tujuannya harus besar. Padahal, hal-hal kecillah yang justru yang kita butuhkan. Misalnya, bangun pagi dan menghirup udara segar selama lima menit, berjalan santai tanpa alas kaki, atau menyiram tanaman. Kegiatan sederhana seperti itu sudah cukup untuk dianggap aktivitas, dan memiliki dampak positif besar bagi kesehatan mental kita.

Jebakan Manusia Modern untuk Senantiasa Sibuk

Di era digital ini, banyak dari kita merasa ”sibuk” padahal hanya scrolling media sosial. Kegiatan pasif ini sering kali membuat mental kita semakin lelah. Saya pribadi merasa, semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk hal-hal pasif, semakin sulit untuk merasa ”hidup”.

Kuncinya adalah menjalani hari dengan kegiatan yang membuat kita bergerak. Manusia butuh aktivitas untuk menjaga kesehatan fisik dan mentalnya tetap stabil. Tidak perlu yang spektakuler; cukup dengan hal-hal kecil yang membuat kita merasa terlibat dalam hidup.

Dengan terus berkegiatan—sekecil apa pun itu—kita tetap menggulirkan hidup ini, pelan-pelan. Yang penting bukan seberapa besar langkah kita, tetapi konsistensinya. Hidup ini soal bergerak, bukan tentang mimpi besar, tetapi bagaimana kita menjalani hal-hal sederhana yang membantu kita tetap waras dan bahagia.

Jadi, jika merasa hidup kita stuck, mungkin jawabannya bukan menunggu inspirasi besar atau berharap rezeki datang dari langit, tetapi cukup bangun dari hal-hal yang fana, dan mulai dari hal-hal kecil yang konkret.

Hidup tidak selalu tentang pencapaian besar atau target tinggi yang membuat kita stres. Yang lebih bermakna adalah bagaimana kita menjalani setiap harinya dengan kesadaran untuk terus bergerak. Hal-hal kecil yang kita anggap remeh yang saya tukil barusan—seperti menyiram tanaman, ngobrol dengan keluarga, atau merasakan hangatnya matahari pagi—itulah yang membuat kita terkoneksi dengan dunia, makhluk, dan Sang Pencipta.

Kata kuncinya adalah: relation, connection, engagement. Hidup terus berjalan, dan tugas kita adalah untuk senantiasa terlibat di dalamnya, sekecil apa pun perannya. Yang membuat hidup ini berarti bukan seberapa cepat kita sampai, tetapi seberapa banyak kita menikmati setiap langkah. Kadang kita hanya perlu berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan selalu mengingat: yang terpenting adalah hidup tetap bergerak, sepelan apa pun dinamikanya.[]

-

Bogor, 1 November 2024

Sehari-hari bekerja sebagai pemasar digital. Berdomisili di Bogor.
-
Email: kotakcepy@gmail.com

Sumber foto: Ivan Mani