Dunia kreatif adalah dunia penuh penolakan. Revisi adalah sarapan pagi. Ideation harus dilakukan dan dicatat kapan pun di mana pun, selagi ide itu datang, sebab ide tak datang tiap saat. Selain itu, brainstorming pun bikin kepala panas, wahai kawanku. Ya, otak rasanya panas, dan kebas.

Sejak bekerja di lingkup yang cukup beririsan dengan dunia kreatif, saya baru merasakan bagaimana rasanya otak kebas.

Rasanya, otak kayak misah dari kepala. Awalnya saya kaget, tapi ternyata solusinya simpel, yaitu istirahat. Iya, kalo capek ya istirahat. Tidur minimal 7 jam tiap hari. Work hard sleep hard.

Atau bisa juga dengan melakukan kegiatan lain yang relevansinya jauh dari yang saya kerjakan tiap hari. Misalnya memasak, melamun di teras, atau nyanyi-nyanyi seharian. Pokoknya jauh dari laptop dan hape.

Kalo saya ditakdirkan suka burung perkutut kayak bapak-bapak lain, ya kenapa tidak, pasti saya lakukan itu juga demi keseimbangan dan kewarasan hidup.

Kini saya pun paham mengapa pekerja kreatif seperti musisi, pelawak, ataupun aktor, dekat sekali stereotipnya dengan rokok, candu, minuman keras tertentu, hingga obat-obatan terlarang.

Mengapa cukup banyak yang demikian?

Sebab memang susah untuk bisa kreatif tiap saat. Susah untuk lucu tiap saat. Betapa susahnya copy atau visual content dapat lolos review tanpa revisi. Susah untuk bisa tampil percaya diri di atas panggung ketika mood yang dirasakan saat itu lagi kacau.

Maka sebagian pekerja kreatif kerap mencari berbagai pelarian, hingga mengambil jalan pintas seperti hal-hal di atas, yang celakanya justru bikin masalah baru dan mungkin malah menamatkan kariernya yang sudah susah payah mereka jajaki.

Kreativitas jika dipandang puncak gunung esnya saja memang terlihat keren, memukau, menggiurkan. "Enak banget sih kerjaannya, gua juga pengen ah kayak dia! Kayaknya gampang, gitu doang."

Realitanya, kreativitas sedemikian akrab dengan naik-turunnya mood, penolakan, kesepian, keraguan, perundungan, perubahan, tantangan, hingga kegagalan.

Saya rasa, jika seseorang ingin kreatif atau justru berniat bekerja di industri ini ataupun irisannya, ia harus siap menghadapi penolakan dan lain-lain di atas.

Siap? Yakin?[]